Bunda pasti akan lebih sering frustasi setelah menyaksikan keputusan-keputusan anak remaja Bunda yang membuat kening mengkerut. Keputusan anak Bunda dalam banyak hal terkadang melampaui apa yang Bunda pikirkan dan harapkan. Dalam beberapa studi, hal ini terkait pada Korteks Prefrontal pada anak remaja.
Pada kenyataannya, korteks prefrontal belum sepenuhnya berkembang sampai usia 25 anak Bunda. Inilah sebabnya, bahkan setelah Bunda menjelaskan bahaya dan konsekuensinya jika itu tidak dikembangkan, anak Bunda mungkin masih tetap akan membuat pilihan dan keputusan yang buruk dalam kesehariannya. Korteks prefrontalnya tidak membantunya sama sekali dan akibatnya dia bakal sering membuat keputusan impulsif.
Hmm, lalu apa itu Korteks Prefrontal?
Dilansir dari situs Empowering Parents, korteks prefrontal biasanya disebut sebagai “CEO-nya otak”. Korteks prefrontal adalah sesuatu yang mempengaruhi dan mengendalikan otak dalam merangkai struktur pikiran dan analisa yang akurat. Cara lain yang sederhana untuk memahaminya adalah ia seperti rem pada mobil. Kaitannya dengan remaja adalah mereka mempunyai banyak dorongan di otaknya yang kita ibaratkan saja sebagai gas (impuls). Yang menjadi problemnya adalah mereka memiliki rem yang aus dan tidak bekerja baik (korteks prefrontalnya belum berkembang) sehingga tindakannya yang labil kerap tidak terkendali.
Nah, untuk memahaminya lebih lanjut, berikut adalah bagaimana korteks prefrontal ini bekerja dan untuk apa:
Jika korteks prefrontal ini telah bekerja dan dikembangkan maka struktur berpikirnya akan runut dan sistematis. Jika diperhadapkan pada dua opsi pada satu waktu yang sama, maka ia akan mempertimbangkan dengan matang, misalnya melalui skala prioritas. Sebagai contoh, jika ia diberikan dua pilihan, tiket konser dan study tour yang jadwalnya bersamaan, maka ia akan memilih salah satunya dengan pertimbangan tertentu, dan mengabaikan yang lainnya. Ia tidak akan keras kepala mengambil semua opsi yang tersedia.
Apabila korteks prefrontal telah dikembangkan maka anak Bunda mampu mengendalikan dan mengelola emosi sembari menunda reaksi. Sebagai contoh, jika anak Bunda mengemudikan motor di jalan dan seseorang memotong atau menyalipnya secara buruk, ia akan memutuskan tidak perlu harus menabrak mereka sebagai pelajaran pada mereka untuk menyalip dengan benar sembari mengoceh sepanjang jalan. Ia akan memutuskan mengendalikan diri. Ia akan memprioritaskan tujuannya hari itu.
Saat ini banyak yang mengatakan bahwa orang-orang telah banyak kehilangan empati. Ya, karena ada banyak masalah dan pekerjaan yang mengikis sedikit demi sedikit empati orang-orang. Tak terkecuali anak remaja ya Bun. Remaja bahkan sudah bisa kehilangan empatinya. Di sinilah penting melihat bagaimana korteks prefrontalnya berkembang. Jika telah dikembangkan, anak Bunda bahkan bisa terikat secara emosional pada orang-orang dan segera menunjukkan kepeduliannya. Misalnya Bunda pulang ke rumah sehabis bekerja. Karena lelah, Bunda lupa menyiapkan makan malam. Tanpa Bunda mengeluhkannya, anak yang berempati akan segera menawarkan bantuan pada Bunda. Sementara itu, Anak yang korteks prefrontalnya tidak dikembangkan tidak akan merasakan kelelahan Bunda, dan bakal mengoceh sepanjang malam menagih menu makan malam favoritnya.
Pada anak yang korteks prefrontalnya telah dikembangkan, ia akan menyadari tindakan dan konsekuensinya. Pada saat ia melakukan kesalahan dan kekeliruan, tak berselang lama ia akan meminta maaf untuk itu. Misalnya anak remaja Bunda baru saja pulang dari sekolah dengan suasana hati yang buruk karena beberapa masalah, lantas Bunda meminta tolong padanya, namun ia membalas dengan ocehan dan marah-marah. Tidak lama kemudian dia akan menyadari tindakannya dan meminta maaf pada Bunda.
Moralitas dan hati nurani tidak stabil selama masa remaja, terutama ketika ia sudah memiliki banyak kepentingan individual. Jika korteks prefrontalnya tidak dikembangkan, ia tidak akan segan berbohong pada Bunda hanya untuk mendapatkan satu tiket konser. Ketika ia ke konser, ia bahkan cukup tega dan tanpa rasa bersalah menyebutnya sebagai kegiatan ekstrakurikuler sekolah pada Bunda. Meski ia tahu itu akan melukai Bunda, nuraninya perlahan dikikis kemulusan rencana-rencana pribadinya.
Masalah besar anak remaja adalah ia akan merasa semua tindakannya telah sesuai dan benar. Seringkali mereka bertindak tanpa melihat gambaran besar dari keputusan dan tindakannya, ia bahkan gagal memikirkan apa saja konsekuensinya. Misalnya anak Bunda yang tengah labil-labilnya cemburu pada teman yang lebih berprestasi darinya, ia mulai menyudutkannya dengan informasi pribadi yang palsu pada teman-temannya hingga membuatnya kehilangan teman. Ia tidak menyadari bahwa tindakannya ini akan memperburuk relasi sosialnya sendiri jika informasinya di kemudian terbukti mengada-ada.
Nah, itulah sedikit gambaran mengenai korteks prefrontal ya Bun. Yang perlu dicatat adalah, meskipun anak remaja Bunda berpikir bahwa mereka sudah mampu membuat keputusan dewasa sendiri, mereka sebenarnya tidak sepenuhnya bisa. Ada beberapa lubang utama dalam perkembangannya yang sebaiknya di situ Bunda turut andil menambalnya. Anak remaja Bunda membutuhkannya untuk membantu mereka memikirkan semua tindakan dan konsekuensi tindakan mereka.
Jangan biarkan tubuhnya yang sudah terlihat dewasa menipu dan mengelabui Bunda. Anak remaja masih bekerja dalam proses dan otak mereka masih dalam perkembangan. Mereka membutuhkan bimbingan dan perlindungan Bunda selama tahun-tahun kritis ini. [SJF]